Untuk
Pertama Kali
Namaku
Putri Anastasya, ABG yang masih mengenakan seragam putih-biru, lebih tepatnya
lagi kelas 9 SMP. Suatu hari aku ingin sekali menonton pertandingan futsal
bersama temanku yang lain.
“Put nonton futsal yukk”
Ayu tiba-tiba mengajak ku menonton pertandingan futsal. Aku tak bersuara, dan
aku pun bingung harus menjawab apa.
“Emangnya futsalnya kapan,
Yu?” jawabku tiba-tiba.
“Hari Minggu Put di Kelapa
Gading”. Dan akhirnya aku pun belum menjawab pertanyaan Ayu dengan pasti.
Terik
matahari amat menyengat, waktu menunjukkan pukul 12. Matahari berdiri tepat
diatas kepala. Ingin sekali ku buka hijab ku disekolah seusai BTA, tetapi aku
mengurungkan niat burukku itu. Aku pun bergegas pulang ke rumah, seusai BTA
(Baca Tulis Al Quran).
Sesampainya
dirumah aku langsung membuka hijab dan membuka pintu kulkas, sekedar melepas
dahaga. Aku pun membuka pintu kamar dan berbaring di atas kasur sambil
memainkan ponsel. Tak lama kemudian muncul satu pesan WhatsApp dari temanku,
Riska.
“Jadi nonton futsal nggak
nih?” tanya Riska memalui WhatsApp.
“Nggak tau juga Ris,
memangnya siapa saja yang ikut?” jawab ku bingung.
Ponselku
tak bergetar lagi, tanda pesan WhatsApp ku belum dibalas lagi. Aku pun berniat
untuk tidur siang. Sejenak istirahat dan melepas penat diotakku agar otakku
bisa Fresh kembali untuk menjalankan aktivitas seperti biasa. Ditambah lagi
suasana siang hari yang tiba-tiba turun hujan. Menambah suasana akan tidur
siang.
Ketika
aku bangun dari tidur siang, ku lihat ponsel ku bergetar terus-menerus. Ku
lihat teman-temanku menanyakan jawabanku atas menonton pertandingan futsal. Aku
sendiri pun bingung harus menjawab apa? Dan akhirnya ku bales satu-satu semua
pesan temanku dengan jawaban “iya ikut kok”. Awalnya sih malas juga bales pesan
seperti itu. Karna aku masih ragu.
***
“Bu
aku besok boleh keluar?” tanyaku kepada Ibu.
“Kamu
mau kemana, De? Jawab Ibu singkat.
“Acara
ulang tahun temen di Margo City, Bu” jawabku bohong.
“Kayanya minggu kemarin kamu bilangnya habis dari Margo City ke acara ulang tahun temen kamu deh” tanya Ibu penasaran.
“Kayanya minggu kemarin kamu bilangnya habis dari Margo City ke acara ulang tahun temen kamu deh” tanya Ibu penasaran.
Aku
pun langsung diam, tidak bersuara dan bingung. Aku sangat tidak profesional
dalam berbohong.
“Oh
itu, aku kan kemarin ke Margo beli Novel, Bu” jawabku singkat dengan alasan
yang tidak logis.
“Pasti
kemarin kamu berbohong sama Ibu ya?” jawab Ibu mengintrogasikan aku.
Akhirnya
aku pun jujur tujuanku kemarin dan besok pergi keluar rumah. Tetapi disitu Ibu
tidak memberikan jawaban apapun, ia pergi begitu saja. Aku pun kecewa. Itu
memang salahku yang tidak bisa jujur kepada Ibu. Tetapi kalau aku berbicara
yang sejujurnya pasti aku tidak dibolehkan keluar rumah. Apalagi disaat
Weekend, ditambah ada Ayah dirumah yang selalu mengitrogasikan aku kemanapun
aku pergi.
***
Ini
saat yang tepat untuk meminta izin keluar rumah, sebab Weekend kali ini Ayah
tidak dirumah. Beliau sedang pergi ke Puncak. Tapi disisi lain aku takut tidak
dizinkan oleh Ibu, karna aku sudah berbohong.
Kejadian
yang membuat Ibu marah tadi masih terbayang di benakku. Aku berkata dalam hati
dan mencaci diriku sendiri. Betapa bodohnya aku telah membuat Ibu marah dan
pergi begitu saja meninggalkan aku. Aku pun berniat untuk membatalkan
kegiatanku esok. Tapi dilubuk hati kecilku aku ingin sekali menonton
pertandingan futsal. Menonton secara langsung seseorang yang kukagumi dari 2
tahun yang lalu, yang kini bersemi kembali dihatiku.
Jika
aku benar-benar nekat ingin menonton pertandingan futsal, berarti ini adalah
momen untuk pertama kali aku menonton futsal demi melihat penampilan sosok
laki-laki yang aku kagumi 2 tahun yang lalu. Dia selalu menyapaku di WhatsApp.
Tapi jika bertemu secara langsung, kami berdua seperti orang asing yang tidak
saling mengenal. Hanya diam dan tidak berani menatap. Senyumpun tidak. Miris
sekali ya?
Sebenarnya
aku hanya ingin memberikan ia Surprise dengan tidak memberi tahu dia bahwa aku
menonton pertandingan futsal esok. Tapi aku sempat berpikir kalau itu tidak
akan mungkin terjadi. Sebab aku pun tidak berani lagi meminta izin kepada Ibu
untuk pergi keluar rumah.
Hal
itu hanya membuatku terpaku dan termenung. Merenungkan kejadian yang sebenarnya
tidak penting dan membuatku menguras tenga dan pikiran. Memikirkan seseorang yang
entah bagaimana perasaannya terhadap ku. Sebesar itukan pengorbananku hanya
ingin melihat penampilan sosok dia dilapangan futsal? Entahlah.
***
Pagi
harinya.
“Pagi
Ibu. Tumben Bu sepi, pada kemana?” sapaku yang baru beranjak dari tempat tidur
dan menghampiri Ibu yang sedang memasak.
“Pagi
sayang. Ayah sudah berangkat, Masmu lagi lari pagi sama Om Herman” jawab ibu
sambil mengupas bawang putih.
Hati
kecilku berkata ingin sekali rasanya meminta izin kepada Ibu untuk menonton
pertandingan futsal. Tetapi akankah Ibu memberikan izin? Aku pun ragu untuk
bertanya, dan lebih baik diam. Mulutku ku bungkam, dan mendadak bisu. Hingga
aku pun angkat suara.
“Bu
kan ada pertandingan futsal”
“Ya
terus?” jawab ibu singkat.
Ya
ampun kenapa kata-kata itu bisa keluar dri mulutku? Betapa bodohnya aku berkata
seperti itu kepada Ibu.
“Aku
ingin menonton pertandingan futsal, boleh ya Bu?” pinta ku dengan raut wajah
kasihan. Dan berharap bahwa Ibu akan mengizinkan aku keluar rumah siang ini.
“Mau
pergi jam berapa?”
“Sekitar
jam 2” jawabku sambil tersenyum.
“Tapi
pulangnya jangan malam-malam ya?”
“Iya,
tapi boleh kan bu?” tanyaku dengan perasaan senang.
“Iya,
tapi jam 10 Ibu mau arisan. Rumah sepi, jangan pergi sebelum Ibu pulang.”
“Oke
Ibu”
***
Siang
harinya.
“Ris
jadi nonton? Udah di depan Indomaret nih.” Tanyaku lewat WhatsApp.
“Jadi
kok, lagi dijalan. Tunggu ya”
Beberapa
menit berlalu, Riska belum terlihat batang hidungnya. Lumayan lama aku
menunggunya didepan Indomaret. Aku pun sesekali melihat jarum jam pada jam
tanganku. Tak terasa aku sudah menunggunya 30 menit lamanya. Aku hanya berdiri
dikeramaian lalu lalang sambil menikmati hawa sejuk sehabis hujan.
Tin..tinn..tinn
Suara
klakson mobil pun terdengar. Ku lihat seseorang berbaju batik, berkumis putih
membuka jendela mobil. Saat ku perhatiakan lebih dekat itu ternyata supirnya
Riska. Tak lama kemudia Riska juga membuka pintu kaca belakang mobil dan
melambaikan tangan padaku. Segera ku bergegas menghampiri mobil Riska.
Jarum
jam menunjukkan pukul 14.15, aku dan Riska masih menunggu Alexa yang masih
dalam perjalanan menuju depan Indomaret tempat dimana kita berkumpul. Aku menunggunya
didepan warung tepat didepan Indomaret. Ketika kami berdua sedang menunggu
Alexa, ku lihat dari kejauhan sosok laki-laki menghampiri kami berdua. Setelah kami
perhatikan lebih dekat lagi, kami berdua baru menyadari kalau ternyata itu
Rizal, temannya Adrian, sosok laki-laki yang kukagumi 2 tahun yang lalu.
“Astagfirullah”
ucapku dalam hati.
Aku
dan Riska saling berpandang dan bingung harus melakukan apa? Kami berdua
sama-sama ingin menonton pertandingan futsal dan sama-sama tidak memberi tahu
kepada sosok lelaki idaman kami masing-masing bahwa kami berdua akan menonton
pertandingan futsal.
“Kalian
berdua mau kemana?” tanya Rizal tiba-tiba.
“Hah?
Ohh mau ke Margo beli buku” jawabku berbohong.
“Terus
kamu disini mau ngapain Zal?” tanya riska kepada Rizal.
“Lagi
nunggu pelatih. Mau jemput terus habis itu ke rumahnya Fadilah”
Akhirnya
kami bertiga berbincang-bincang sembari menunggu Alexa datang. Tak lama
kemudian Alexa pun datang, lalu aku, Riska, Alexa bergegas menuju mobil.
***
“Akhirnya
sampai juga” ucap Riska ketika sudah sampai parkiran Britama Area Kelapa Gading.
“Hhuufffttt...”
aku pun menghela nafas panjang.
Segera
ku bergegas kedalam Stadion dan membeli tiket. Sambil menunggu masuk kedalam
Stadion, aku, Riska, dan Alexa mencari makan terlebih dahulu sekalian mencari
cemilan untuk didalam Stadion nanti.
***
Didalam
Stadion.
“Berrrrr...
Ya ampun dingin bangettttttt” kata ku setelah sudah 30 menit berada didalam
Stadion.
Didalam
Stadion benar-benar dingin, aku lupa membawa jaket, headset, dan kamera. Semua
tidak terpikiran sebelumnya. Aku hanya memikirkan sesuatu hal yang selalu
terpikirkan dalam benakku, yaitu jadi atau tidaknya menonton pertandingan
futsal. Menurutku itu sesuatu hal yang paling penting dibandingkan segalanya.
Tiba-tiba
ku lihat ponselku bergetar tanda ada pesan.
“Cie
yang datang menonton pertandingan futsal”
Ku
lihat nama pengirim dalam pesan WhatsApp itu, tertuliskan nama Adrian.
“Haha
kenapa Dri?” balasku cepat.
“Tidak
apa-apa. Coba tengok kekanan”
Akhirnya
aku pun menoleh kekanan, dan ternyata yang dimaksud Adrian itu aku disuruh
melihatnya. Tetapi dia tidak menolehku, aku hanya tertawa kecil. Kami pun hanya
bercakap-cakap melalui WhatsApp sebelum pertandingan dimulai. Ingin sekali ku
berkata bahwa aku kedinginan dan ia melepaskan jaketnya untukku. Seperti disinetron
anak muda zaman sekarang, Hahaha. Tetapi aku berpikir itu tidak mungkin
terjadi. Entahlah intinya aku hanya ingin dia mengerti bahwa saat itu aku
benar-benar kedinginan.
Pertandingan
pun belum kunjung dimulai. Aku beranjak dari tempat duduk dan keluar dari
Stadion sekedar untuk membuang air kecil dan mencari kehangatan diluar Stadion.
Lumayan lama aku keluar dari Stadion.
“Putri
ya?” tiba-tiba ada seorang pria menepuk pundakku.
Ku
lihat itu adalah Ayahnya Andre. Andre adalah seseorang yang pernah hadir dalam
hidupku. Sekedar mengisi hari-hariku yang sunyi. Kalau kata anak muda zaman
sekarang adalah mantan pacar.
“Iya
Om” jawabku sambil tersenyum.
“Nanti
gabung sama teman-teman yang lain ya, Om tunggu lho”
“Baik
Om” jawabku tersenyum bingung.
Segera
ku bergegas masuk kedalam Stadion. Aku pun menceritakan dan meminta pendapat
Riska tentang kejadian bahwa aku bertemu Ayahnya Andre dan Ayahnya Andre
memintaku untuk bergabung bersamanya. Aku bingung harus bagaimana? Aku ingin
menghampiri kedua orang tua Andre sekedar ingin mencium tangan dan
berbincang-bincang. Tapi malu rasanya. Sampai akhirnya Ayahnya Andre
menghampiriku untuk kedua kalinya. Sekedar mengajak bergabung. Karena Riska
tidak mau bergabung dengan yang lain, aku pun menolak tawaran Ayahnya Andre.
***
Pertandingan
segera dimulai. Bulu kudukku merinding, entah apa arti pertanda itu. Aku berdoa
dalam hati, meminta Rahmat dan Petunjuk Allah. Dalam hati kecilku ingin sekali
ia mencetak gol untukku. Tetapi itu tidak mungkin terjadi, pasti jika ia
mencetak gol hanya untuk teamnya itu, bukan untukku. Tak mengapa, yang
terpentingnya adalah ia bermain dan menunjukkan yang terbaik kepada team dan
semua orang.
“Pritt...pritttt...”
terdengar bunyi pluit pertanda pertandingan dimulai.
Sepanjang
pertandingan aku berkata dalam hati “Semangat Adrian sayang, aku selalu
mendoakan yang terbaik untukmu”
Pertandingan
baru berjalan kurang lebih 2 menit. Team Orion lebih dulu tertinggal gol. Aku
hanya berdiri lemas, tetapi aku yakin bahwa Team Orion dapat mengalahkan
lawannya, yaitu SMP 9 Bekasi.
“ORION
ORION ORION YE YE... ORION ORION ORION YE YE..” teriak suporter Team Orion yang
terus memberikan dukungan.
Sekitar
5 menit kemudian Team Orion baru mencetak gol pertamanya. Akhirnya kedudukan
1-1. Gol pertama Orion dicetak oleh Farras. Gol kedua Orion dicetak oleh Andre.
Sehabis Andre mencetak gol tak lama kemudian SMP 9 Bekasi membalas
kekalahannya. Kedudukan di babak pertama berakhir imbang.
Babak
kedua pun dimulai. Strategi dan formasi Orion berubah total. Dengan kegigihan
pemain Orion akhirnya Farras mencetak gol yang ketiga. Dan akhirnya gol penutup
Orion dicetak oleh Nara. Orion pun menjuarai EFestival Futsal Competition.
Dengan perasaan bangga dan senang aku mengucapkan Allhamdulillah.
Pertandingan
pun usai. Pemaian Orion masuk kedalam ruang ganti. Kemudian JKT 48 tampil
sebagai bintang tamu. Tak lama kemudian para pemain Orion pun keluar sekedar
istirahat dan melihat penampilan JKT 48. Aku turun kebawah dari kursi penonton
dan menghampiri Adrian. Aku ingin mengucapkan selamat atas prestasi yang telah
dicapai Team Orion, walaupun sebenarnya ia tidak mencetak gol. Tetapi itu sudah
lebih cukup, ia sudah menunjukan penampilannya dengan maksimal.
Ku
tepuk pundak Adrian dan berkata “Selamat yaa” ucapku sambil tersenyum.
“Iya
makasih ya. Maaf aku tidak bisa mencetak gol untukmu” jawabnya sambil merangkul
pundakku.
“Iya
tidak apa-apa kok” jawabku sambil tersenyum.
Entah
mengapa aku merasa senang dan nyaman ketika berdiri disampingnya. Aku begitu
terpukau dengan senyumannya yang dihiasi lesung pipi disebelah kanan pipinya.
Untuk pertama kali aku menonton pertandingan futsal secara langsung demi
melihat penampilan sosok laki-laki yang selalu menyapaku melalui WhatsApp dan
untuk pertama kalinya aku dirangkul oleh laki-laki yang aku idamkan.
Aku
menikmati penampilan JKT 48 sambil mengucapkan selamat kepada para pemain Team
Orion kecuali, Andre. Aku enggan menghampirinya. Setelah penampilan JKT 48
selesai aku bergegas pulang, karena waktu sudah menunjukkan pukul 9 malam. Aku
takut sampai rumah terlalu malam, belum ditambah lagi dengan jalanan di Jakarta
yang selalu berhubungan dengan macet.
***
Pagi
harinya.
“Makasih
yang udah nonton, makasih atas semua dukungannya, makasih J Love you :*”
Ada
SMS yang belum ku baca, ku lihat nama pengirim SMS tersebut. Ternyata nama
pengirim itu adalah Andre. Aku hanya heran dan kaget ketika membaca SMS dari
Andre. Diakhir kalimat dalam SMS itu tertera kata-kata ‘Love you :*’. Aku tidak
mengerti apa maksud ia mengirimkan pesan itu. Tapi aku tak menghiraukannya.
***
Hari-hari
berikutnya aku semakin akrab dan dekat dengan Adrian. Sampai suatu ketika aku
menjalin hubungan yang spesial dengannya, lebih dari sekedar pertemanan biasa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar